Mbah Jum sendiri merupakan seorang nenek tua yang mengalami tunanetra dan berprofesi sebagai pedagang tempe. Setiap pagi, Mbah Jum selalu dibonceng oleh cucunya untuk berjualan ke pasar. Menurut Irene, Mbah Jum memiliki kebiasaan yang berbeda dengan pedagang lainnya di pasar tersebut. Betawipos, Yogyakarta - Mbah Jum adalah nama yang kerap digunakan orang-orang untuk memanggil namanya. Konon beliau disebut-sebut sebagai inspirator sedekah tingkat tinggi. Mungkin sekilas Mbah Jum hanyalah perempuan tua biasa dengan segala kesederhanaannya. Panca inderanya juga sudah tidak sesempurna dulu, alias tuna netra.
Kisah Mbah Jum, Penjual Wajik dan Jenang Pasar Godean Titipku
Mbah Jum, a tempeh trader who not only sells tempeh but also sells kindness and sincerity. Every morning, accompanied by her grandchild, she sets off for the market. Amidst the bustling. Mbah Jum selalu pulang paling awal dibanding pedagang lainnya. Sebelum pulang Mbah Jum selalu meminta cucunya menghitung uang hasil dagangannya dulu. Bila cucunya menyebut angka lebih dari 50 ribu rupiah, Mbah Jum selalu minta cucunya mampir ke masjid untuk memasukkan uang lebihnya itu ke kotak amal. Saat kutanya : "Kenapa begitu?" Apalagi Mbah Jum harus merawat istrinya, Rehani (75), yang terbaring di atas kasur lantaran terkena sakit stroke. Pria tersebut juga turut merawat seorang cucu. "Bagaimana lagi karena memang ini sudah menjadi tanggung jawab saya sebagai seorang kepala keluarga," ucapnya. Kecintaan Mbah Jum terhadap istrinya begitu besar. Kelewat waktu di beranda. Bagi yang belum tahu kisahnya, saya cuplikkan sedikit. Tentang Mbah Jum, tuna netra penjual tempe yang juga hafal 30 juz Alquran. Dari hasil keuntungan berjualan, ia tak pernah mengambil uang lebih dari Rp50 ribu setiap hari. Jika ada kelebihan, selalu dimasukkan kotak amal.
Kisah Menyentuh Mbah Jum. Pengumpul Sayuran Liar yang Beramal Setiap Hari
11 - Aug - 2023, 19:48 Mbah Jum, tunanetra yang hafal Al Quran 30 Juz. (Foto: Kompasiana) JATIMTIMES - Mbah Jum adalah seorang tunanetra yang berprofesi sebagai pedagang tempe di daerah Kasihan, Bantul, Yogyakarta. Setiap pagi Mbah Jum dibonceng cucunya ke pasar untuk berjualan tempe. Mbah Jum selalu pulang paling awal dibanding pedagang lainnya. Sebelum pulang mbah Jum selalu meminta cucunya menghitung uang hasil dagangannya dulu. Bila cucunya menyebut angka lebih dari 50 ribu rupiah, mbah Jum selalu minta cucunya mampir ke masjid untuk memasukkan uang lebihnya itu ke kotak amal. Oleh: Tardjono Abu Muas, Pemerhati Masalah Sosial Membaca kisah Mbah Jum yang ditulis Irena Radjiman dari pelosok kampung di Yogya yang dilansir eramuslim.com, tanpa disadari sidang pembaca diajak dalam sebuah perenungan yang mendalam, terutama dalam suasana kita menghadapi pandemi Covid-19 seperti saat ini.. Pertemuan Irena dengan Mbah Jum wanita sepuh penjual tempe di pasar lima tahun lalu. Mbah Jum; Nenek Tuna Netra yang Sedekah Tingkat Tinggi. Sebarkan artikel ini. Catatan: Irene Radjiman* Mbah Jum; Nenek Tuna Netra yang penuh inspiratif. Begitulah beliau dipanggil. Aku sempat bertemu dengannya 5 tahun yang lalu saat berlibur di Kasian, Bantul, Yogyakarta. Nama desanya saya lupa.
Perjuangan Mbah Jum Dibalik Kriuknya Kerupuk! Titipku
Mbah Jum ini Mulai berjualan 8 sampai jam 1 siang. Sehabisnya saja. Bicara soal penghasilan, seharinya mbah Jum ini tidak pasti. Terkadang bisa hanya dapat 100 ribu. Tapi masih pengahasilan kotor. Yang mana dari hasilnya ini akan dibelanjakan lagi segala macam bahan untuk wajik dan jenangnya. Mbah Jum selalu pulang paling awal dibanding pedagang lainnya. Sebelum pulang mbah Jum selalu meminta cucunya menghitung uang hasil dagangannya dulu. Bila cucunya menyebut angka lebih dari 50 ribu rupiah, mbah Jum selalu minta cucunya mampir ke Gereja besok saat Misa Pagi untuk memasukkan uang lebihnya itu ke kotak Kolekte.
Mbah Jum tinggal bersama 5 orang cucunya. Sebenarnya yang cucu kandung mbah Jum hanya satu, yaitu yang paling besar usia 20 tahun (laki-laki), yang selalu mengantar dan menemani mbah Jum berjualan tempe dipasar. 4 orang cucunya yang lain itu adalah anak-anak yatim piatu dari tetangganya yang dulu rumahnya kebakaran. Masing-masing mereka berumur. Salah satu penjual itu adalah Mbah Jum, nenek 66 tahun yang menjajakan pecel ndeso. Saya suka dengan pecel racikannya sejak pertama kali mencicipinya pekan lalu. Sudah tiga kali saya mampir ke pasar ramadan untuk membeli pecel ndeso Mbah Jum. Pecel ndeso Mbah Jum menggunakan aneka macam sayuran. Ada bayam, kobis, kacang panjang, wortel, selada.
Mbah Jum Makan Ketela Pohon Gula Aren YouTube
Mbah Jum adalah sesorang penjual tempe di sebuah kota kecil di Jogyakarta. Setiap hari dia menjual tempe di sebuah pasar sekitar kota Bantul. Pagi pagi dia diantar oleh cucu laki-lakinya yang juga bekerja sebagi Kuli di pasar tersebut. Bengkulu, Siberbengkulu.co - Mbah Jum, begitulah beliau dipanggil. Aku sempat bertemu dengannya 5 tahun yang lalu saat berlibur di Kasian Bantul Yogyakarta. Nama desanya saya lupa ungkap Irene Radjiman dalam tulisannya yang sangat menyentuh hati sehingga Indonesiainteraktif.com terpanggil untuk menulis ulang kisah ini sebagai pelajaran bagi kita dalam menapaki hidup dan kehidupan.